Senin, 06 Januari 2014



A.    PENDAHULUAN   
            Manusia adalah makhluk Tuhan yang diberi potensi akal dan hati. Manusia pun diberi oleh Allah beberapa pengetahuan (Ar-Rahman: 3). Dalam sejarah pun dicatat perkembangan pengetahuan manusia mulai dari filsafat sampai pada ilmu pengetahuan. Pada zaman Yunani Kuno yang ditandai dengan perubahan pola pikir manusia dari mitosentris menjadi logosentris.
Manusia tidak lagi berpikir mitos terhadap gejala alam, tetapi mulai berpikir itu sebagai kausalitas. Sehingga, manusia pada waktu itu tidak pasif, melainkan proaktif dankreatif, sehingga alam dijadikan objek penelitian dan pengkajian. Pengetahuan manusia pun berkembang dari masa ke masa. Mulai dari masa Yunani Kuno (700 SM), masa Islam klasik, masa kejayaan Islam, masa Renaisans (abad ke 15-16), masa modern (abad 17-19), dan zaman kontemporer (abad ke 20). Zaman kontemporer ditandai dengan perkembangan ilmu dan teknologi tinggi, sehingga dikenal pula zaman eraglobalisasi. Dimana informasi dan transpormasi budaya dapat dilakukan dengan sangat mudah.           
            Perkembangan ilmu dan teknologi yang semula untuk mempermudah pekerjaan manusia, tetapi kenyataannya teknologi telah menimbulkan keresahan dan ketakutan baru bagi kehidupan manusia. Sebagai contoh adanya penemuan televisi, komputer, handphone telah mengakibatkan kita terlena dengan dunia layar. Sehingga, kamunikasi sosial kita dengan keluarga dan masyarakat sering terabaikan. Begitu pun dengan adanya bioteknologi yang merancang adanya bayi kloning, mengakibatkan keresahan berbagai kalangan, seperti agamawan dan ahli etika.  
            Dalam dunia filsafat pun melahirkan berbagai pemikiran-pemikiran tentang hal-hal yang metafisik, seperti berfilsafat tentang tuhan. Dimana tuhan dijadikan objek berpikir filsafat, sehingga pada masa pasca khulafaur Rasyidin muncul beberapa aliran teologi. Hal ini menjadi keresahan bagi ulama dan intelektual Islam. Berbagai pandangan pun muncul mengenai filsafat, salah satunya pandangan hujjatul Islam al-Ghazali dengan munculnya kitab tahafutul falasifah (kesalahan para filosof). Bahkan beliau mengatakan bahwa orang yang berfilsafat maka dia termasuk kaum Zindiq.Hal inilah yang menjadi latar belakang penulisan makalah yang berjudul” AGAMA SEBAGAI OBYEK FILSAFAT”



B.  Pengertian dan Objek Kajian Agama
Agama memang tidak mudah diberi definisi, karena agama mengambil berbagai bentuk sesuai dengan pengalaman pribadi masing-masing. Meskipun tidak terdapat definisi yang universal, namun dapat disimpulkan bahwa sepanjang sejarah manusia telah menunjukkan rasa "suci", dan agama termasuk dalam kategori "hal yang suci". Kemajuan spiritual manusia dapat diukur dengan tingginya nilai yang tidak terbatas yang diberikan kepada obyek yang disembah. Hubungan manusia dengan "yang suci" menimbulkan kewajiban, baik untuk melaksanakan maupun meninggalkan sesuatu.         
            Tidak mudah bagi kita untuk menentukan pengertian agama, karena sikap terhadap agama bersifat batiniah, subjektif, dan individualistis, walaupun nilai-nilai yang dimiliki oleh agama bersifat universal. Kalau kita membicarakan agama, maka kita akan dipengaruhi oleh pandangan agama yang kita anut sendiri .
            Istilah agama memiliki pengertian yang sama dengan istilah religion dalam bahasa Inggris.Bozman, mengemukakan bahwa agama dalam arti luas merupakan suatu penerimaan terhadap aturan-aturan dari suatu kekuatan yang lebih tinggi, dengan jalan melakukan hubungan yang harmonis dengan realitas yang lebih agung dari dirinya sendiri, yang memerintahkan untuk mengadakan kebaktian, pengabdian, dan pelayanan yang setia.
Religi berasal dari kata religie (bahasa Belanda) atau religion (bahasa Inggris), masuk dalam perbendaharaan bahasa Indonesia dibawa oleh orang-orang Barat yang menjajah bangsa Indonesia. Religi mempunyai pengertian sebagai keyakinan akan adanya kekuatan gaib yang suci, menentukan jalan hidup dan mempengaruhi kehidupan manusia yang dihadapi secara hati-hati dan diikuti jalan dan aturan serta norma-normanya dengan ketat agar tidak sampai menyimpang atau lepas dari kehendak jalan yang telah ditetapkan oleh kekuatan gaib suci tersebut.
            Secara terminologi dalam ensiklopedi Nasional Indonesia, agama diartikan aturan atau tata cara hidup manusia dengan hubungannya dengan tuhan dan sesamanya. Dalam al-Qur’an agama sering disebut dengan istilah din. Istilah ini merupakan istilah bawaan dari ajaran Islam sehingga mempunyai kandungan makna yang bersifat umum dan universal. Artinya konsep yang ada pada istilah din seharusnya mencakup makna-makna yang ada pada istilah agama dan religi.         
            Konsep din dalam Al-Qur’an di antaranya terdapat pada surat Al-Maidah ayat 3 yang mengungkapkan konsep aturan, hukum atau perundang-undangan hidup yang harus dilaksanakan oleh manusia. Islam sebagai agama namun tidak semua agama itu Islam. Surat Al-Kafirun ayat 1-6 mengungkapkan tentang konsep ibadah manusia dan kepada siapa ibadah itu diperuntukkan. Dalam surat As-Syura ayat 13 mengungkapkan din sebagai sesuatu yang disyariatkan oleh Allah. Dalam surat As-Syura ayat 21 Din juga dikatakan sebagai sesuatu yang disyariatkan oleh yang dianggap Tuhan atau yang dipertuhankan selain Allah. Karena din dalam ayat tersebut adalah sesuatu yang disyariatkan, maka konsep din berkaitan dengan konsep syariat. Konsep syariat pada dasarnya adalah “jalan” yaitu jalan hidup manusia yang ditetapkan oleh Allah. Pengertian ini berkembang menjadi aturan atau undang-undang yang mengatur jalan kehidupan sebagaimana ditetapkan oleh Tuhan. Pada ayat lain, yakni di surat Ar-Rum ayat 30, konsep agama juga berkaitan dengan konsep fitrah, yaitu konsep yang berhubungan dengan penciptaan manusia.
            Di dalam setiap agama, paling tidak ditemukan empat ciri khas. Pertama, aspek kredial, yaitu ajaran tentang doktrin-doktrin ketuhanan yang harus diyakini. Kedua, aspek ritual, yaitu ajaran tentang tata-cara berhubungan dengan Tuhan, untuk meminta perlindungan dan pertolongan-Nya atau untuk menunjukkan kesetiaan dan penghambaan. Ketiga, aspek moral, yaitu ajaran tentang aturan berperilaku dan bertindak yang benar dan baik bagi inidividu dalam kehidupan. Keempat, aspek sosial, yaitu ajaran tentang aturan hidup bermasyarakat.       
            Agama-agama yang tumbuh dan berkembang di muka bumi, sesuai dengan asalnya, dapat dikelompokkan menjadi dua. Pertama, agama samawi (agama langit), yaitu agama yang dibangun berdasarkan wahyu Allah. Kedua, agama ardli (agama bumi), yaitu agama yang dibangun berdasarkan kreasi manusia.          
            Adapun objek kajian agama adalah firman Tuhan dalam hal ini wahyu atau yang diyakini sebagai kitab suci atau pedoman hidup. Mempelajari tentang konsep Tuhan, manusia, dan segala penomena di alam semesta ini baik fisik atau metafisik.    

C. Pengertian dan Objek Filsafat   
 a. Segi Semantik      
            Perkataan filsafat berasal dari bahasa Arab ‘falsafah’, yang berasal dari bahasa Yunani, ‘philosophia’, yang berarti ‘philos’ yaitu cinta, suka (loving), dan ’sophia’ yaitu pengetahuan, hikmah/wisdom. Jadi ‘philosophia’ berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran. Maksudnya, setiap orang yang berfilsafat akan menjadi bijaksana. Orang yang cinta kepada pengetahuan disebut ‘philosopher’, dalam bahasa Arabnya ‘failasuf’, Pecinta pengetahuan ialah orang yang menjadikan pengetahuan sebagai tujuan hidupnya, atau perkataan lain, mengabdikan dirinya kepada pengetahuan. 
b. Segi Praktis           
            Dilihat dari pengertian praktisnya, filsafat berarti ‘alam pikiran’ atau ‘alam berpikir’. Berfilsafat artinya berpikir. Namun tidak semua berpikir berarti berfilsafat. Berfilsafat adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh. Sebuah semboyan mengatakan bahwa “setiap manusia adalah filsuf”. Semboyan ini benar juga, sebab semua manusia berpikir. Akan tetapi secara umum semboyan itu tidak benar, sebab tidak semua manusia yang berpikir adalah filsuf.
Filsuf hanyalah orang yang memikirkan hakikat segala sesuatu dengan sungguh-sungguh dan mendalam. Tegasnya filsafat adalah hasil akal seorang manusia yang mencari dan memikirkan suatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya. Dengan kata lain filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala sesuatu secara sistematis, radikal, dan universal.        
            Banyak definisi yang bermunculan karana luasnya lingkungan pembahasan ilmu filsafat, maka tidak mustahil kalau banyak di antara para filsafat memberikan definisinya secara berbeda-beda. Coba perhatikan definisi-definisi ilmu filsafat dari filsuf Barat dan Timur di bawah ini:
1.        Socrates (469 – 399 SM). Socrates memahami filsafat sebagai suatu peninjauan diri yang bersifat reflektif atau perenungan terhadap azas-azas dari kehidupan yang adil dan bahagia.
2.        Plato (427 – 347 SM). Filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada (ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli).
3.        Aristoteles (384 - 322 SM). Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran, yang di dalamnya terkandung ilmu-ilmumetafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika (filsafat menyelidiki sebab dan asas segala benda).
4.        Marcus Tullius Cicero (106 – 43 SM). Filsafat adalah pengetahuan tentang sesuatu yang mahaagung dan usaha-usaha untuk mencapainya. Dan menyebut filsafat sebagai ibu dari semua pengetahuan .
5.        Al-Farabi (meninggal 950 M). Filsuf Muslim terbesar sebelum Ibnu Sina, mengatakan filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya.
6.        Immanuel Kant (1724 -1804). Yang sering disebut raksasa pikir Barat, mengatakan filsafat itu ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan yang mencakup di dalamnya empat persoalan, yaitu:” apakah yang dapat kita ketahui? (dijawab oleh metafisika)” apakah yang dapat kita kerjakan? (dijawab oleh etika)” sampai di manakah pengharapan kita? (dijawab oleh antropologi)

Setelah mempelajari rumusan-rumusan tersebut di atas dapatlah disimpulkan bahwa:
  • Filsafat adalah ‘ilmu istimewa’ yang mencoba menjawab masalah-masalah yang tidak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan biasa kerana masalah-masalah tersebut di luar jangkauan ilmu pengetahuan biasa.
  • Filsafat adalah hasil daya upaya manusia dengan akal budinya untuk memahami atau mendalami secara radikal dan integral serta sistematis hakikat sarwa yang ada, yaitu: ” hakikat Tuhan, ” hakikat alam semesta, dan ” hakikat manusia, serta sikap manusia sebagai konsekuensi dari paham tersebut.
Perlu ditambah bahwa definisi-definisi itu sebenarnya tidak bertentangan, hanya cara mengesahkannya saja yang berbeda.         
Berbicara tentang objek filsafat, sama halnya dengan ilmu lain yaitu sama-sama mempunyai objek. Biasanya para ahli membaginya kepada dua bagian, yaitu objek materi dan objek formal.
1.      Obyek material adalah apa yang dipelajari dan di kupas sebagai bahan (materi) pembicaraan, yaitu gejala “manusia di dunia yang mengembara menuju akhirat”. Dalam gejala ini jelas ada tiga hal menonjol, yaitu manusia, dunia, dan akhirat. Maka ada filsafat tentang manusia (antropologi), filsafat tentang alam (kosmologi), dan filsafat tentang akhirat (teologi-filsafat ketuhanan; kata “akhirat” dalam konteks hidup beriman dapat dengan mudah diganti dengan kata Tuhan). Antropologi, kosmologi dan teologi, sekalipun kelihatan terpisah, saling berkaitan juga, sebab pembicaraan tentang yang satu pastilah tidak dapat dilepaskan dari yang lain. Juga pembicaraan filsafat tentang akhirat atau Tuhan hanya sejauh yang dikenal manusia dalam dunianya.
2.      Obyek formal adalah cara pendekatan yang dipakai atas obyek material, yang sedemikian khas sehingga mencirikan atau mengkhususkan bidang kegiatan yang bersangkutan. Jika cara pendekatan itu logis, konsisten dan efisien, maka dihasilkanlah sistem filsafat. Filsafat berangkat dari pengalaman konkret manusia dalam dunianya. Pengalaman manusia yang sungguh kaya dengan segala sesuatu yang tersirat ingin dinyatakan secara tersurat. Dalam proses itu intuisi (merupakan hal yang ada dalam setiap pengalaman) menjadi basis bagi proses abstraksi, sehingga yang tersirat dapat diungkapkan menjadi tersurat. Dalam filsafat, ada filsafat pengetahuan. “Segala manusia ingin mengetahui”, itu kalimat pertama Aristoteles dalam Metaphysica. Obyek materialnya adalah gejala “manusia tahu”.
Tugas filsafat ini adalah menyoroti gejala itu berdasarkan sebab-musabab pertamanya. Filsafat menggali “kebenaran” (versus “kepalsuan”), “kepastian” (versus “ketidakpastian”), dari mana asal pengetahuan dan kemana arah pengetahuan. Pada gilirannya gejala ilmu-ilmu pengetahuan menjadi obyek material juga, dan kegiatan berfikir itu (sejauh dilakukan menurut sebab-musabab pertama) menghasilkan filsafat ilmu pengetahuan. Kekhususan gejala ilmu pengetahuan terhadap gejala pengetahuan dicermati dengan teliti. Kekhususan itu terletak dalam cara kerja atau metode yang terdapat dalam ilmu-ilmu pengetahuan.           











D.  Kesimpulan         
            Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa meskipun antara filsafat, dan agama memiliki perbedaan, tetapi ada titik persamaanya yaitu ketiganya mencari sebuah kebenaran dan memberikan sebuah jawaban bagi permasalahan-permasalahan kehidupan. Sehingga antara filsafat,dan agama memiliki relevansi sebagai berikut:
  • Filsafat, , dan agama sama-sama mencari kebenaran. Sebagai contoh pengetahuan tentang manusia.
  • Filsafat dapat membantu menyampaikan lebih lanjut ajaran agama kepada manusia. Filsafat membantu agama dalam mengartikan (menginterpretasikan) teks-teks sucinya. Contoh tentang bayi tabung.
  • Sebaliknya, agama dapat membantu memberi jawaban terhadap problem yang tidak dapat dijangkau dan dijawab oleh ilmu dan filsafat.
Dengan demikian antara filsafat, dan agama tidak ada pertentangan jika didudukkan dalam proporsi dan bidangnya masing-masing.          


















DAFTAR PUSTAKA         

Bahtiar, Amsal. Filsafat Ilmu, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007.
Nasution, Harun. Falsafat Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 1979.
Nasution, Hasyimsyah. Filsafat Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1998.
Sumarna, Cecep. Filsafat Ilmu dari Hakikat Menuju Nilai, Bandung. Pustaka Bani Quraisy, 2004.

























 AGAMA SEBAGAI OBYEK FILSAFAT


Makalah Ini Susun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Agama Yang Di Ampu Oleh Dosen,

Ismail, M,Ag.




Disusun oleh

Imam Achirullah
2113427993





PROGRAM STUDI TAFSIR HADITS JURUSAN USHULUDDIN
FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH ( FUAD )
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN )
BENGKULU
2013

 
3