Kamis, 02 Januari 2014

pengertian dan pembagian

“RIBA
Makalah ini Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Hadits III
Dosen Pengampu:







Disusun Oleh:

YUSUF AL-JANNAH
2113428004



PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TADRIS
FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB, DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI  BENGKULU
2013

PENDAHULUAN
Memahami fiqh mu’amalah sebagai  tata aturan islam yang berkenaan dengan hubungan antarmanusia ini sangatlah penting. Sebab, di era globalisasi saat ini interaksi antarbangsa, baik secara individual maupun publik, senantiasa mendasarkan satu hubungan pada suatu landasan hukum tertentu yang sangat dipengaruhi oleh system hukum tertentu misalnya masalah riba. 
Riba merupakan sesuatu hal yang dilarang oleh Allah untuk melakukannya karena riba tidak berdasarkan dengan syari’at islam. Oleh karena itu makalah ini dibuat bertujuan untuk dijadikan sebagai rujukan atau peringatan kepada para pembaca agar mengantisipasi tidak melakukan hal yang ada hubungannya dengan riba.
Mungkin dalam makalah ini akan dijelaskan apa pengertian riba, macam-macamnya, hukumnya dan lain sebagainya walaupun tidak begitu rinci tetapi mudah-mudahan makalah ini bermanfaat untuk semuanya.










PEMBAHASAN
A.    Pengertian Riba
Menurut bahasa Riba memiliki beberapa pengertian,yaitu :
الزيادةyang berarti bertambah, karena salah satu perbuatan riba adalah meminta tambahan dari sesuatu yang dihutangkan. yang berarti berkembang atu berbunga, karena salah datu perbuatan riba adalah membungakan harta uang atau yang lainnya yang dipinjamkan kepada orang lain. Berlebihan atau menggelembung, yang berasal dari firman Allah SWT :
ôN¨tI÷d$#ôMtuur
Artinya : “Hiduplah bumi itu dan suburlah” (Q.S al-Hajj : 5)
Sedangkan menurut istilah, yang dimaksud dengan riba menurut al-Mali ialah:
عقد واقع على عوض مخصوص غير معلوم التماثل فى معيارالشرع حالة العقد أومع تأخيرفى البدلين او احدهما
“Akad yang terjadi atas penukaran barang tertentu yang tidak diketahui penimbangannya menurut ukuran syara’, ketika berakad atau dengan mengakhirkan tukaran kedua belah pihak atau salah satu keduanya.”[1]
Adapun menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam  secara bathil atau bertentangan dengan prinsip mu’amalah dalam islam.[2]
B.     Hukum Riba
Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah Menghalalkan jual beli dan Mengharamkan riba[3].Berdasarkan pernyataan diatas, Allah telah terang-terangan mengharamkan riba dan menghalalkan jual beli untuk umat-Nya. Hal tersebut dijelaskan dalam firman Allah SWT :
$ygƒr'¯»tƒ #لَّذ  šúïÏ $ (#qãYtB#uä Ÿw (#qè=à2ù's? (##qtÌh9$# $Zÿ»yèôÊr& Zpxÿy軟ÒB ( (#qà)¨?$#ur ©!$#  öNä3ª=yès9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÊÌÉÈ
 “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.”       ( Al- Imran : 130)
šúïÏ%©!$# tbqè=à2ù'tƒ (#4qtÌh9$# Ÿw tbqãBqà)tƒ žwÎ) $yJx. ãPqà)tƒ Ï%©!$# çmäܬ6ytFtƒ ß`»sÜø¤±9$# z`ÏB Äb§yJø9$# 4 y7Ï9ºsŒ öNßg¯Rr'Î (#þqä9$s% $yJ¯RÎ) ßìøt7ø9$# ã@÷WÏB (#4qtÌh9$# 3 ¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qtÌh9$# 4 `yJsù ¼çnuä!%y` ×psàÏãöqtB `ÏiB ¾ÏmÎn§ 4ygtFR$$sù ¼ã&s#sù $tB y#n=y ÿ¼çnãøBr&ur n<Î) «!$# ( ïÆtBur yŠ$tã y7Í´¯»s9'ré'sù Ü=»ysô¹r& Í$¨Z9$# ( öNèd $pkŽÏù šcrà$Î#»yz ÇËÐÎÈ ß,ysôJtƒ ª!$# (#4qtÌh9$# Îöãƒur ÏM»s%y¢Á9$# 3 ª!$#ur Ÿw =Åsム¨@ä. A$¤ÿx. ?LìÏOr& ÇËÐÏÈ
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang Telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya (275). Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa(276).” (QS. Al-Baqarah : 275 dan 276)
SabdaNabi
عن جابر لعن رسول الله صلي الله عليه وسلم اّ كل الربا وموكله وكا تبه وشاهديهز (رواه مسلم)
“Dari Jabir, Rasulullah SAW, telah melaknat (mengutuk) orang yang makan riba, wakilnya, penulisnya, dan dua saksinya”. (HR. Muslim)[4]
C.     Macam- macam Riba
Secara Garis Besar Riba dikelompokkan menjadi dua. Masing-masing adalah riba utang piutang dan riba jual beli. Kelompok pertama terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba jahiliyah. Adapun kelompok kedua, riba jual beli terbagi menjadi riba fadhl dan riba nasi’ah
1.      Riba Qardh
Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berutang (muqtaridh)[5]. Yang dimaksud dengan riba al qardh dapat dicontohkan dengan meminjamkan uang seratus ribu lalu disyaratkan mengambil keuntungan ketika pengembalian. Keuntungan ini bisa berupa materi atau pun jasa. Ini semua adalah riba dan pada hakekatnya bukan termasuk mengutangi. Karena yang namanya mengutangi adalah dalam rangka tolong menolong dan berbuat baik. Jadi sebagaimana dikatakan oleh Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, jika bentuk utang piutang yang di dalamnya terdapat keuntungan, itu sama saja dengan menukar dirham dengan dirham atau rupiah dengan rupiah kemudian keuntungannya ditunda[6].
2.      Riba Jahiliyah
Utang dibayar lebih dari pokoknya karena si peminjam tidak mampu membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan[7]. Tafsir Qurtuby menjelaskan : “Pada zaman Jahiliyyah para kreditur, apabila sudah jatuh tempo akan berkata kepada debitur; “Lunaskan utang Anda sekarang, atau Anda tunda pembayaran itu dengan tambahan”. Maka pihak debitur membayar tambahan dan kreditur menunggu waktu pembayaran yang baru”. Dalam perbankan konvensional, riba jahilliyah dapat ditemui dalam pengenaan bunga pada transaksi kartu kredit yang tidak dibayar penuh tagihannya[8].
3.      Riba Fadhl
Pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi[9].
Berikut contoh mengenai riba fadl dengan ketidak jelasannya:
Ketika kaum Yahudi kalah dalam perang Khaibar, harta mereka diambil sebagai harta rampasan perang (ghanimah), termasuk diantaranya perhiasan yang berupa emas dan perak. Tentu saja perhiasan tersebut bukan gaya seorang muslimin dan muslimah yang sederhana. Oleh karena itu, orang Yahudi berusaha membeli perhiasannya yanng terbuat dari emas dan perak tersebut, yang akan dibayar dengan menggunakan uang yang terbuat dari emas (dinar) dan perak (dirham). Jadi apabila ditelaah hal ini bukan bentuk kegiatan jual beli melainkan pertukaran barang yang sejenis. Emas ditukarkan dengan emas dan perak juga sebaliknya.
Perhiasan perak yang beratnya setara dengan 40 dirham (satu uqiyah) dijual oleh kaum Muslimin kepada kaum Yahudi seharga dua atau tiga dirham, padahal perhiasan tersebut dengan berat satu uqiyah dan jauh lebih daripada 2-3 dirham. Jadi berdasarkan ilustrasi diatas dapat dikonklusikan bahwa mengalami ketidak jelasan (gharar) akan nilai perhiasan perak dan dirham.
Dapat disimpulkan bahwa untuk riba fadl pertukaran barang yang tidak sama kualitas dan takarannya untuk barang yang sejenis berupa emas, perak, gandum, tepung, kurma, dan garam, tidak bagus dilakukan karena hal ini takutnya akan menimbulkan riba. Tetapi apabila pertukarannya berupa objek yang tidak sejenis meski jumlahnya berbeda hal ini diperbolehkan karena hal ini berupa tindakan jual beli (bukan riba) asalkan dilakukan secara langsung dari tangan ke tangan (tunai).
Kemudian dalam praktik perbankan, riba fadl dapat ditemui dalam transaksi jual beli valuta asing yang tidak dilakukan dengan tunai (spot). Karena pertukaran valuta asing akan berupa uang (kertas), kertas ditukarkan dengan kertas  (secara tunai), tetapi nilai pertukarannya berbeda. Misal 1 USD ditukarkan dengan Rp 9.084, hal yang demikian merupakan riba[10].
4.      Riba Nasi’ah
Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang  dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba dalam nasi’ah muncul karena adanya perbedaan perubahan, tambahan antara yang diserahkan saat ini dan yang diserahkan kemudian[11].
Dalam perbankan konvensional, riba nasiah dapat ditemui dalam pembayaran bunga kredit dan pembayaran bunga deposito, tabungan, giro, dan lain-lain. Bank sebagai kreditur yang memberikan pinjaman mensyaratkan pembayaran bunga yang besarnya tetap dan ditentukan terlebih dahulu di awal transaksi (fixed and predetermined rate). Padahal nasabah yang mendapatkan pinjaman itu tidak mendapatkan keuntungan yang fixed and predetermined juga, karena dalam bisnis selalu ada kemungkinan rugi, impas, atau untung yang tidak dapat ditentukan dari awal. Jadi, mengenakan tingkat bunga untuk suatu pinjaman merupakan tindakan yang memastikan sesuatu yang tidak pasti, dan hal ini diharamkan[12].
D.    Hikmah Dilarangnya Riba
Diantara hikmah dilarangnya riba adalah :
1.      Untuk menutup pintu kejahatan,
2.      Untuk menghindari dampak inflatoir yang diakibatkan oleh bunga sebagai biaya uang yang mana hal tersebut akan menimbulkan kemiskinan struktural yang menimpa lebih dari separuh masyarakat dunia,[13][13] Sebagai bentuk rasa syukur atas rizki yang diberikan oleh Allah SWT.







PENUTUP
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwasannya pengertian riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip mu’amalah dalam islam.
Hukum riba sebagaimana dijelaskan di atas hukumnya haram. Allah telah terang-terangan mengharamkan riba dan menghalalkan jual beli untuk umat-Nya.Macam-macam riba ada empat, yaitu riba qardh, riba, jahiliyyah, fadhl, dan nasi’ah. 


















DAFTAR PUSTAKA

Anthonio Muhammad Syafi’i, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktik. Jakarta: GemaInsani, 2001.
http://id.wikipedia.org/wiki/Bank diakses pada tanggal 17 Nopember 2013
Mufti Aries, Amanah bagi Bangsa. Jakarta: Masyarakat Ekonomi Syari’ah, 2007.
Rasjid Sulaiman,Fiqh Islam. Bandung: SinarBaruAlgensindo, 2008.
Suhendi Hendi, Fiqh Mu’amalah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008.




[1]Hendi Suhendi,  Fiqh Mu’amalah. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), hal.57-58
[2] Muhammad Syafi’iAnthonio, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktik. (Jakarta: Gema Insani, 2001), hal.37
[4]Sulaiman Rasjid,Fiqh  Islam. (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2008), hal 292-293
[5]Muhammad Syafi’iAnthonio, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktik. (Jakarta: Gema Insani, 2001), hal.41
[7]Muhammad Syafi’iAnthonio,Bank Syari’ah dari Teori ke Praktik. (Jakarta: Gema Insani, 2001), hal.41
[9]Muhammad Syafi’i Anthonio,Bank Syari’ah dari Teori ke Praktik. (Jakarta: Gema Insani, 2001), hal.41
[11]Muhammad Syafi’iAnthonio,Bank Syari’ah dari Teori ke Praktik. (Jakarta: Gema Insani, 2001), hal.41
[13]Muhammad Syafi’iAnthonio,Bank Syari’ah dari Teori ke Praktik. (Jakarta: Gema Insani, 2001), hal.67