Pendahuluan
Manusia selalu mencari sebab-sebab dari setiap
kejadian yang disaksikannya. Dia tidak pernah menganggap bahwa sesuatu mungkin
terwujud dengan sendirinya secara kebetulan saja, tanpa sebab. hasrat ingin
tahu dan ketertarikan yang bersifat instinktif terhadap sebab-sebab ini memaksa
kita menyelidiki bagaimana benda-benda
di alam ini muncul, dan menyelidiki ketertibannya yang mengagumkan. Kita
dipaksa untuk bertanya “Apakah alam semesta ini, dengan seluruh bagiannya yang
saling berkaitan yang benar-benar membentuk satu kesatuan system yang besar
itu, terwujud dengan sendirinya, ataukah ia memperoleh wujudnya dari sesuatu
yang lain?”
Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena
kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep
mendasar. Filsafat tidak didalami dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan
percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari
solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi
tertentu. Akhir dari proses-proses itu dimasukkan kedalam sebuah proses
dialektika. Untuk studi filsafat, mutlak diperlukan logika berpikir dan logika
bahasa.
Subjek filsafat adalah seseorang yang berfikir atau
memikirkan hakekat sesuatu dengan sungguh-sungguh dan mendalam. Seperti halnya
pengetahuan, Maka filsafatpun (sudut pandangannya) ada beberapa objek yang
dikaji oleh filsafat. Pada makalah ini saya akan membahas apa yang menjadi
objek kajian filsafat dan kajian filsafat agama.
Pembahasan
A.
Objek
Kajian Filsafat
Pada dasarnya setiap ilmu memiliki
dua macam objek, yaitu objek material dan objek formal. Objek material adalah
sesuatu yang dijadikan sasaran penyelidikan, seperti tubuh manusia adalah objek
material ilmu kedokteran. Adapun objek formal adalah cara pandang tertentu
tentang objek material tersebut, seperti pendekatan empiris dan eksperimen
dalam ilmu kedokteran. Adapun objek filsafat adalah:
a. Objek
material, yaitu segala sesuatu yang ada/ realitas
Isi
filsafat ditentukan oleh objek apa yang dipikirkan. Objek yang dipikirkan oleh
filosof ialah segala yang ada dan yang mungkin ada, jadi luas sekali.
1. Ada yang harus ada, disebut dengan absoluth/ mutlak yaitu Tuhan Pencipta
2. Ada yang tidak harus ada, disebut dengan yang tidak
mutlak, ada yang relatif (nisby), bersifat tidak kekal yaitu ada yang
diciptakan oleh ada yang mutlak (Tuhan Pencipta alam semesta)
Objek yang diselidiki oleh filsafat
ini disebut objek material, yaitu
segala yang ada dan mungkin ada tadi. Tentang objek material ini banyak yang
sama dengan objek materi sains. Bedanya ialah dalam dua hal. Pertama, sains menyelidiki objek
material yang empiris; filsafat menyelidiki objek itu juga, tetapi bukan bagian
yang empiris, melainkan bagian yang abstraknya. Kedua, ada objek materi filsafat yang memang tidak dapat diteliti
oleh sains, seperti Tuhan, hari akhir, yaitu objek material yang untuk
selama-lamanya tidak empiris. Jadi, objek material filsafat tetap saja lebih
luas dari objek material sains.[1]
b. Objek
formal/sudut pandang
Selain objek material, adalagi objek formal, yaitu sifat penyelidikan.
Objek formal filsafat ialah penyelidikan yang mendalam. Artinya ingin tahunya
filsafat adalah ingin tahu yang sedalam-dalamnya. Kata mendalam artinya ingin
tahu tentang objek yang tidak empiris. Penyelidikan sains tidak mendalam karena
ia hanya ingin tahu sampai batas objek itu dan diteliti secara empiris. Jadi,
objek penelitian sains ialah pada batas dapat diriset, sedangkan objek
penelitian filsafat adalah pada daerah yang tidak dapat diriset, tetapi dapat
dipikirkan secara logis. Jadi sains menyelidiki dengan riset, filsafat meneliti
dengan memikirkannya.[2]
Filsafat itu dapat dikatakan bersifat
non-pragmentaris, karena filsafat mencari pengertian realitas secara luas dan
mendalam. Sebagai konsekuensi pemikiran ini, maka seluruh pengalaman-pengalaman
manusia dalam semua instansi yaitu etika, estetika, teknik, ekonomi, sosial,
budaya, religius dan lain-lain haruslah dibawa kepada filsafat dalam pengertian
realita.
Filsafat mengatasi setiap ilmu, baik dalam hal metode
maupun ruang lingkupnya. Objek formal filsafat terarah pada unsur-unsur
keumuman yang secara pasti ada pada ilmu-ilmu khusus. Dengan tinjauan yang
terarah pada unsur-unsur keumuman itu, maka filsafat berusaha mencari
hubungan-hubungan di antara bidang-bidang ilmu yang bersangkutan.
Permasalahan
filsafat mencakup pertanyaan-pertanyaan mengenai makna, kebenaran, dan hubungan
logis di antara ide-ide dasar yang tidak dapat dipecahkan oleh ilmu pengetahuan
empiris. Ide dasar mencakup pelbagai keyakinan dan teori yang kita pegang
dengan sadar, pelbagai konsekuensi dan asumsi keyakinan yang dipercayai begitu
saja serta berbagai konsep yang berdiri sendiri. Sifatnya umum (general) dan
pervasive (luas).
Menurut
Ir. Poedjawijatna, objek materi filsafat adalah ada dan yang mungkin ada. Objek
materi filsafat tersebut sama dengan objek materi dari ilmu seluruhnya. Yang
menentukan perbedaan ilmu yang satu dengan yang lainnya adalah objek formanya,
sehingga kalau ilmu membatasi diri dan berhenti pada yang berdasarkan
pengalaman, sedangkan filsafat tidak membatasi diri, filsafat hendak mencari
keterangan sedalam-dalamnya, inilah objek formal filsafat[3].
Berpikir
filsafat memiliki karakteristik tersendiri yang dapat dibedakan dari bidang
ilmu lain. Beberapa cirri berpikir kefilsafatan dapat dikemukakan sebagai
berikut;
1. Radikal,
artinya berpikir sampai keakar-akarnya, hingga sampai pada hakikat atau
substansi yang dipikirkan.
2. Universal,
pemikiran filsafat menyangkut pengalaman umum manusia. Kekhususan berpikir
kefilsafatan menurut Jaspers terletak pada aspek keumumannya.
3. Konseptual,
merupakan hasil generalisasi dan abstraksi pengalaman manusia. Misalnya: Apakah
seni itu? Apakah keindahan itu?
4. Koheren
dan konsisten. Sesuai dengan kaidah dan tidak mengandung kontradiksi.
5. Sistematik.
Pendapat yang merupakan uraian kefilsafatan itu harus saling berhubungan secara
teratur dan terkandung adanya maksud atau tujuan tertentu.
6. Komprehensif.
Menyeluruh, berpikir kefilsafatan merupakan usaha untuk menjelaskan alam
semesta secara keseluruhan.
7. Bebas,
artinya sampai batas-batas yang luas, pemikiran filsafat boleh dikatakan
merupakan hasil pemikiran yang bebas, yakni bebas dari prasangka-prasangka
social, historis, cultural, bahkan religious.
8. Bertanggung
jawab. Seorang yang berfilsafat adalah orang yang berpikir sekaligus
bertanggung jawab terhadap hasil pemikirannya, paling tidak terhadap hati
nuraninya sendiri.
Kedelapan
ciri berpikir filsafat ini menjadikan filsafat cenderung berbeda dari cirri
berpikir ilmu-ilmu lainnya, sekaligus menempatkan kedudukan filsafat sebagai
bidang keilmuan yang netral terutama ciri ketujuh[4].
Filsafat
agama merupakan filsafa khusus karena objek khusus yang dibahas terletak pada
kata sesudah filsafat tersebut. Filsafat agama membahas segala hal yang
berkaitan dengan agama, pendapat yang menyetujui dan menolaknya.
Ditinjau
dari segi objek material filsafat, agama adalah objek dalam dimensi metafisik
dan fisik. Sedangkan ditinjau dari objek formalnya adalah sudut pandang yang
menyeluruh, objektif, bebas, dan radikal tentang ajaran-ajaran pokok agama.
Yang dimaksud pendekatan yang menyeluruh adalah usaha untuk menjelaskan
pokok-pokok ajaran agama secara umum, tidak mengenai ajaran agama tertentu
saja.
Agama
tidak dibahas secara parsial dan terpilah-pilah, tetapi mencakup semuua pikiran
dan ajaran. Contohnya pembahasan mengenai Tuhan, tidak saja dikemukakan
pendapat yang mendukung adanya Tuhan, tetapi pendapat yang meragukan-Nya juga,
bahkan pendapat yang menolak-Nya. Dan Tuhan yang dibahas tidak hanya Tuhan
agama Yahudi, Kristen atau Islam saja, tetapi Tuhan semua agama.
Dasar-dasar
agama akan dibahas meliputi wahyu, pengiriman rasul dan nabi, ketuhanan, roh
manusia, keabadian hidup, hubungan manusia dengan Tuhan (merdeka atau terikat
dengan kehendak Tuhan), soal kejahatan, soal hidup kedua sesudah hidup di dunia
dan sebagainya[5].
Pendekatan
objektif perlu dalam filsafat agama karena pada dasarnya aspek subjektivitas
pada agama sangat kuat. Apalagi mayoritas pembahas filsafat agama adalah
orang-orang yang telah menganut agama tertentu. Karena itu, pembahasan filsafat
agama perlu ditekankan pada segi objektivitas,kendati tidak dinafikan sama
sekali masuknya unsur subjektivitas tadi. Namun, dalam pembahasan dasar agama
yang bersifat umum diusahakan seobjektif mungkin[6].
Kepercayaan
pada adanya Tuhan adalah dasar yang utama sekali dalam faham keagamaan.
Tiap-tiap agama kecuali Budhisme yang asli dan beberapa agama lain berdasar atas
kepercayaan pada kekuatan ghaib, dan cara hidup tiap-tiap manusia yang percaya
pada agama di dunia ini amat rapat hubungannya denngan kepercayaan tersebut.
Oleh sebab itu filsafat agama merasa amat penting untuk mempelajari
perkembangan paham-paham yang berbeda itu.
Filsafat
agama juga membahas problematika eskatologi[7]
dari aspek keadilan dan kehendak mutlak Tuhan. Perdebatan-perdebatan antar
kelompok tentang hal itu. Pembahasan dalam filsafat ini tidak bermaksud untuk
menyelesaikan secara tuntas masalah eskatologi
tersebut, karena penyelesaian yang diajukan tentu tidak akan memuaskan semua
pihak. Oleh sebab itu, titik tekan pembahasan filsafat agama adalah mengungkap
argument-argumen yang mereka kemukakan dan sekaligus menilai kelogisan argument
mereka.
B.
Manfaat
Belajar Filsafat
Manfaat
belajar filsafat:
Secara garis besar..manfaat belajar
filsafat adalah sebagai berikut:
1. Filsafat
membantu kita memahami bahwa sesuatu tidak selalu tampak seperti apa adanya.
2. Filsafat
membantu kita mengerti tentang diri kita sendiri dan dunia kita
3. Filsafat
membuat kita lebih kritis
4. Filsafat
mengembangkan kemampuan kita dalam:
·
Menalar secara jelas
·
Membedakan argumen yang baik dan
yang buruk
·
Menyampaikan pendapat secara jelas
·
Melihat sesuatu melalui kacamata
yang lebih luas
·
Melihat dan mempertimbangkan
pendapat dan pandangan yang berbeda.
5. Filsafat
dapat memberi bekal dan kemampulan pada kita untuk memperhatikan cara pandangan
kita sendiri dan pandangan orang lain dengan kritis
6. Sebagai
sarana berpijak bagi kegiatan keilmuan (menurut pemikiran Will Durant: “dapat
diibaratkan sebagai pasukan mariner yang merebut pantai untuk tempat pendaratan
pasukan infanteri)[8]
Pada
umumnya dapat dikatakan bahwa studi filsafat semakin menjadikan orang mampu
untuk menangani pertanyaan mendasar manusia yang tidak terletak dalam wewenang
metodis ilmu-ilmu khusus. Jadi filsafat
membantu untuk mendalami pertanyaan-pertanyaan asasi manusia tentang realitas
(filsafat teoritis) dan lingkup tanggung jawabnya (filsafat praktis). Kemampuan
itu dipelajarinya dari luar jalur secara sistematik dan secara historis.
Pertama
secara sistematis. Artinya filsafat menawarkan metode-metode mutakhir untuk
menangani masalah-masalah mendalam manusia, tentang hakikat kebenaran dan
pengetahuan, baik biasa maupun ilmiah, tentang tanggung jawab, dan keadilan dan
sebagainya.
Jalur
kedua melalui jalur sejarah filsafat. Di situ orang belajar untuk mendalami,
menanggapi, serta belajar dari jawaban-jawaban yang sampai sekarang ditawarkan
oleh para pemikir dan filosof terkemuka terhadap pertanyaan-pertanyaan
tersebut.
Kemampuan
ini memberikan sekurang-kurangnya tiga kemampuan yang memang sangat dibutuhkan
oleh segenap orang yang dizaman sekarang harus atau mau memberikan pengarahan,
bimbingan, dan kepemimpinan spiritual dan intelektual dalam masyarakat:
1. Suatu
pengertian lebih mendalam tentang manusia dan dunia. Dengan mempelajari
pendekatan-pendekatan pokok terhadap pertanyaan-pertanyaan manusia paling
hakiki, serta mendalami jawaban-jawaban yang diberikan oleh pemikir-pemikir
besar umat manusia, wawasan dan pengertian kita sendiri diperluas.
2. Kemampuan
untuk menganalisis secara terbuka dan kritis argumentasi-argumentasi, pendapat-pendapat,
tuntutan-tuntutan, dan legitimasi-legitimasi dari pelbagai ajaran agama,
ideologi dan pandangan dunia. Secara singkat, filsafat selalu juga merupakan
kritik ideologi.
3. Pendasaran
metodis dan wawasan lebih mendalam serta kritis dalam menjalani studi-studi di
ilmu-ilmu khusus, termasuk teologi.
Dapat
dikatakan bahwa filsafat sangat diperlukan oleh profesi-profesi seperti
pendidik, pengarang, dan penerbit, budayawan, sosiolog, psikolog, ilmuwan
politik, agamawan, termasuk kiyai, pendeta, pastur,dan teolog.[9]
Kesimpulan
§ Objek
materi filsafat adalah sesuatu yang ada dan mungkin ada. Objek materi filsafat
tersebut sama dengan objek materi ilmu seluruhnya.
§ Yang
menentukan perbedaan dengan yang lainnya adalah objek formalnya, sehingga,
kalau ilmu membatasi diri, filsafat hendak mencari keterangan yang
sedalam-dalamnya, inilah objek formal filsafat.
§ Manfaat
mempelajari filsafat adalah sebagai pembimbing, pelatih berpikir serius,
menjadi pribadi yang mentaati Tuhan.
Daftar Pustaka
Ahmad tafsir, Filsafat
Umum, (2000, PT Remaja Rosdakarya: Bandung)
Amsal Bakhtiar, Filsafat
Agama, (2012, PT Raja Grafindo:Jakarta)
Asmoro Ahmadi, Filsafat
Umum, (2010, PT Raja Grafindo: Jakarta)
Harun Nasution, Filsafat
Agama. (1973, Bulan Bintang:Jakarta)
Jujun S. Suriasumantri. Filsafat ilmu Sebuah Pengantar Populer. (2007, Pustaka Sinar
Harapan: Jakarta)
http://medialogika.org/kajian-ilmiah/pengertian-filsafat-ciri-ciri-berpikir-kefilsafatan/,
diakses pada 5-01-2014 09:58 WIB
http://nasrudinfahmi.blogspot.com/2010/09/manfaat-belajar-filsafat.html,
diakses pada 5-01-2014 10:35 WIB
[1] Ahmad tafsir, Filsafat Umum,
(2000, PT Remaja Rosdakarya: Bandung), hlm 21
[2] Ibid, hlm 22
[3] Asmoro Ahmadi, Filsafat Umum,
(2010, PT Raja Grafindo: Jakarta) hlm 9
[4] http://medialogika.org/kajian-ilmiah/pengertian-filsafat-ciri-ciri-berpikir-kefilsafatan/,
diakses pada 5-01-2014 09:58 WIB
[5] Harun Nasution, Filsafat
Agama. (1973, Bulan Bintang:Jakarta), hlm 4
[6] Amsal Bakhtiar, Filsafat
Agama, (2012, PT Raja Grafindo:Jakarta), hlm 3
[7] Adalah bagian dari teologi dan filsafat yang berkaitan dengan
peristiwa-peristiwa pada masa depan dalam sejarah dunia, atau nasib akhir dari
seluruh umat manusia, yang biasa dirujuk sebagai kiamat (akhir zaman). Dalam
mistisme, ungkapan ini merujuk secara metaforis kepada akhir dari realitas
biasa dan kesatuan kembali pada Yang Ilahi.
[8] Jujun S. Suriasumantri. Filsafat
ilmu Sebuah Pengantar Populer. (2007, Pustaka Sinar Harapan: Jakarta), hlm
22
[9] http://nasrudinfahmi.blogspot.com/2010/09/manfaat-belajar-filsafat.html,
diakses pada 5-01-2014 10:35 WIB