Minggu, 06 Maret 2016

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an al-karim merupakan hidangan ilahi yang berfungsi sebagai hudan dalam memperdalam pemahaman dan penghayatan tentang Islam dan merupakan pelita yang dapat menerangi berbagai persoalan hidup. Bahasanya yang demikian mempesona, redaksi dan mutiara pesan-pesannya yang demikian agung telah meluluhkan kalbu masyarakat yang ditemuinya dan membuat mereka berdecak kagum. Namun dewasa ini, penulis melihat masyarakat hanya berhenti dalam pesona bacaan seakan-akan kitab suci diturunkan hanya untuk dibaca.
Sebagai intelektual muslim, ulama berkewajiban memperkenalkan al-Qur’an dan menyuguhkan pesan-pesan yang tersimpan di balik setiap untaian mutiara kata dan menjelaskan nilai-nilai tersebut sejalan dengan perkembangan masyarakat sehingga al-Qur’an dapat benar-benar berfungsi sebagaimana mestinya. Untuk menyampikan nilai-nilai tersebut, ulama menempuh beberapa metode, baik metode penyajian maupun metode pembahasan. Di samping itu, metode pendekatan juga diperlukan. Salah satu metode pendekatan yang sangat signifikan dalam memahami al-Qur’an adalah pendekatan linguistik atau yang lebih dikenal dengan istilah tafsir lughawi.
Tafsir lughawi sangat diperlukan dalam memahami al-Qur’an di samping karena al-Qur’an menggunakan bahasa arab yang penuh dengan sastra, balaghah, fashahah, bayan, tamsil dan retorika, al-Qur’an juga diturunkan pada masa kejayaan syair dan linguistik. Bahkan  pada awal Islam, sebagian orang masuk Islam hanya karena kekaguman linguistik dan kefasihan al-Qur’an.
Kandungan dan cakupan bahasa arab yang amat luas tentu akan menimbulkan keragaman tafsir lughawi, mulai dari metode penyajian, pembahasan hingga jenis-jenisnya. Keragaman tersebut tidak bisa dilepaskan dari kecenderungan setiap mufassir dalam mengkaji dan menyajikan al-Qur’an kepada audiensnya. Disamping itu, kapasitas intelektual seorang mufassir juga sangat berperan dalam menafsirkan al-Qur’an melalui pendekatan linguistik.
Namun sebagai karya manusia, tafsir lughawi juga tidak akan jauh dari penilaian-penilaian negatif, akan tetapi penilaian tersebut tidak serta merta membawa seseorang untuk tidak mempelajari dan mengkajinya, karena dibalik setiap keterbatasan akan muncul beberapa keistimewaan dan keunggulan yang terkadang tidak dimiliki oleh yang lain.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan-pemaparan yang telah diuraikan dalam latar belakang masalah, dapat dibuat beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
  1. Apa pengertian tafsir lughawi ?
  2. bagaimana sejarah perkembangannya?
  3. Apa saja jenis-jenis tafsir lughawi dan metode apa saja yang digunakan?
  4. Sejauh mana pengaruh tafsir lughawi ?









BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN TAFSIR LUGHAWI
Tafsir lughawi terdiri dua kata yaitu tafsir dan lughawi. Tafsir yang akar katanya berasal dariفسر  bermakna keterangan atau penjelasan.[1] Kemudian lafal tersebut diikutkan wazan فعل yang berarti menjelaskan atau menampakkan sesuatu. Dengan demikian, tafsir adalah membuka dan menjelaskan pemahaman kata-kata dalam al-Qur’an. Sedangkan lughawi berasal dari akar kata لغي yang berarti gemar atau menetapi sesuatu.[2] Manusia yang gemar dan menetapi atau menekuni kata-kata yang digunakannya, maka kata-kata itu disebut lughah. Dengan demikian, yang dimaksud dengan lughawi adalah kata-kata yang digunakan, baik secara lisan maupun tulisan.
Dari penjelasan di atas, dapat ditarik sebuah pemahaman bahwa yang dimaksud dengan tafsir lughawi adalah tafsir yang mencoba menjelaskan makna-makna al-Qur’an dengan menggunakan kaidah-kaidah kebahasaan. atau lebih simpelnya tafsir lughawi adalah menjelaskan al-Qur’an al-karim melalui interpretasi semiotik dan  semantik yang meliputi etimologis, morfologis, leksikal, gramatikal dan retorikal.
Oleh karena itu, seseorang yang ingin menafsirkan al-Qur’an dengan pendekatan bahasa harus mengetahui bahasa yang digunakan al-Qur’an yaitu bahasa arab dengan segala seluk-beluknya, baik yang terkait dengan nahwu, balaghah dan sastranya. Dengan mengetahui bahasa al-Qur’an, seorang mufassir akan mudah untuk melacak dan mengetahui makna dan susunan kalimat-kalimat al-Qur’an sehingga akan mampu mengungkap makna di balik kalimat tersebut. Bahkan Ahmad Syurbasyi menempatkan ilmu bahasa dan yang terkait (nahwu, sharaf, etimologi, balaghah dan qira’at) sebagai syarat utama bagi seorang mufassir. Di sinilah, urgensi bahasa akan sangat tampak dalam penafsirkan al-Qur’an.
B.     Sejarah Perkembangan Tafsir Lughawi
Umat Islam sejak Rasulullah hingga sekarang, berusaha sekuat tenaga mencurahkan kemampuannya untuk memahami dan menafsirkan al-Quran. Orang pertama yang memahami dan menafsirkan al-Qur’an adalah Rasulullah. di samping  karena ada perintah Allah untuk menjelaskan wahyu tersebut, kapasitas Rasulullah juga sebagai pembawa dan penyampai wahyu. Penafsiran Rasulullah tentu tidak mencakup seluruh ayat-ayat al-Qur’an akan tetapi hanya berkisar pada apa yang tidak dimengerti atau kurang jelas kepada para sahabatnya atau ayat-ayat yang dipertanyakan oleh mereka atau dianggap penting untuk dijelaskan. Dan salah satu cara Rasulullah menjelaskan dan menafsirkan al-Qur’an adalah melalui pendekatan bahasa dengan mencarikan makna muradif (sinonim) nya atau menjelaskan makna kosa kata dalam ayat-ayat al-Qur’an.
Setelah penafsiran Rasulullah, orang yang paling memperhatikan, mempelajari, menghafal dan merealisasikan al-Qur’an adalah para sahabat. Akan tetapi sebelum mengamalkan al-Qur’an, mereka mancari tahu tentang makna setiap lafal atau kata yang tidak termasuk dalam bahasa mereka, atau kata yang jarang digunakan atau kata yang tidak menggunakan makna aslinya. Dan hal itu marak terjadi setelah Rasulullah telah tiada. Sahabat yang paling banyak ditanya tentang makna dan sinonim kalimat al-Qur’an dan paling banyak menafsirkan al-Qur’an melalui pendekatan bahasa atau syair-syair arab klasik adalah Abdullah bin Abbas.
Penafsiran Abdullah bin Abbas yang cenderung menjadikan syair sebagai salah satu sumber penafsirannya merupakan cikal bakal munculnya madrasah lughah. Hal itu terjadi ketika menjadi pengajar dan pembimbing di madrasah tafsir di Makkah yaitu pada abad pertama Hijriyah dan diteruskan oleh para murid-muridnya seperti Said bin Jabir, Mujahid bin Jabar, Ikrimah, Thawus bin Kaisan dan Atha’ bin Abi Rabah hingga abad ke-2 Hijriyah.
Pada abad ke-3 Hijiriyah, muncullah tiga madrasa yaitu Madrasah al-Lughah yang diprakarsai oleh Abu Zakariya al-Farra’ (w. 207 H) yang menafsirkan al-Qur’an melalui pendekatan bahasa dengan kitabnya “Ma’an al-Qur’an”, Abu Ubaidah (lahir 110 H) dengan tafsrinya “Majaz al-Qur’an” dan Abu Ishaq al-Zajjaj (w. 311 H) dengan kitabnya “Ma’an al-Qur’an”, kemudian Madrasah al-‘Aqliyah yang dipelopori Imam al-jahizh dan Madrasah al-Tafsir bi al-Ma’tsur oleh Ibn Jarir al-Thabary (w. 224 – 310 H). Tafsir al-Thabari juga dikenal sebagai tafsir yang mencoba memadukan elemen riwayat dan bahasa. Sejak itulah, penafsiran melalui pendekatan bahasa berkembang dan senantiasa digunakan dan dibutuhkan hingga dewasa ini.

C.    Jenis-Jenis Tafsir Lughawi Dan Metode Yang Digunakan
Sebelum menjelaskan jenis-jenis dan metode tafsir lughawi, perlu diketahui bahwa tafsir lughawi dengan berbagai macam penyajian dan pembahasannya tidak akan keluar dari dua kelompok besar yaitu:
·         Tafsir lughawi yang murni atau lebih banyak membahas hal-hal yang terkait dengan aspek bahasa saja, seperti tafsir Ma’an al-Qur’an karya al-Farra’, Tafsir al-Jalalain karya al-Suyuthi dan al-Mahally. Dll.
·         Tafsir lughawi yang pembahasannya campur-baur dengan pembahasan lain seperti hukum, theology dan sejenisnya, seperti Tafsir al-Thabary li Ibn Jarir al-Thabary, Mafatih al-Ghaib li al-Fakhruddin al-Razy, dan sebagian besar tafsir dari awal hingga sekarang, termasuk Tafsir al-Mishbah yang disusun oleh Quraish Shihab.

1.      Jenis-jenis Tafsir Lughawi
Tafsir lughawi dalam perkembangannya, juga memiliki beberapa macam bentuk dan jenis. Ada yang khusus membahas aspek nahwu, munasabah dan balaghah saja dan ada pula yang membahas linguistik dengan mengkalaborasikan bersama corak-corak yang lain.
Untuk lebih jelasnya tentang jenis dan macam-macam tafsir lughawi, akan dijelaskan sebagai berikut:
a.       Tafsir nahwu atau i’rab al-Qur’an yaitu tafsir yang hanya pokus membahas i’rab (kedudukan) setiap lafal al-Qur’an, seperti kitab al-Tibyan fi I’rab al-Qur’an karya Abdullah bin Husain al-‘Akbary (w. 616 H)
b.      Tafsir Sharaf atau morpologi (semiotik,[3] dan semantik[4]) yaitu tafsir lughawi yang pokus membahas aspek makna kata, isytiqaq dan korelasi antarkata seperti Tafsir al-Qur’an Karim karya Quraish Shihab, Konsep Kufr dalam al-Qur’an karya Harifuddin Cawidu.
c.       Tafsir Munasabah yaitu tafsir lughawi yang lebih menekankan pada aspek korelasi antarayat atau surah, seperti Nazhm al-Durar fi Tanasub al-Ayat wa al-Suwar karya Burhanuddin al-Buqa’y (w. 885), Mafatih al-Ghaib karya Fakhruddin al-Razy (w. 606), Tafsir al-Mishbah karya Quraish Shihab, dll.
d.      Tafsir al-amtsal (alegori) yaitu tafsir yang cenderung mengekspos perumpamaan-perumpamaan dan majaz dalam al-Qur’an seperti kitab al-Amtsal min al-Kitab wa al-Sunnah karya Abdullah Muhammad bin Ali al-Hakim al-Turmudzi (w. 585 H), Amtsal al-Qur’an karya al-Mawardi (w. 450 H), Majaz al-Qur’an karya Izzuddin Abd Salam (w. 660 H)
e.       Tafsir Balaghah yang meliputi tiga aspek yaitu:
1)      Tafsir Ma’an al-Qur’an yaitu tafsir yang khusus mengkaji makna-makna kosa kata al-Qur’an atau terkdang disebut ensiklopedi praktis seperti kitab Ma’an al-Qur’an karya Abd Rahim Fu’dah.
2)      Tafsir Bayan al-Qur’an yaitu tafsir yang mengedapankan penjelasan lafal dari akar kata kemudian dikaitkan antara satu makna dengan makna yang lain seperti kitab Tafsir al-Bayani al-Qur’an karya Aisyah Abd Rahman bint al-Syathi’.
3)      Tafsir badi’ al-Qur’an yaitu tafsir yang cenderung mengkaji al-Qur’an dari aspek keindahan susunan dan gaya bahasanya, seperti Badi’ al-Qur’an karya Ibn Abi al-Ishba’ al-Mishry (w. 654 H)
f.       Tafsir qir’ah yaitu tafsir yang membahas macam-macam qira’ah seperti kitab Tahbir al-Taisir fi Qir’aat al-Aimmah al-‘Asyrah karya Muhammad bin Muhammad al-Jazry (w. 843 H).
g.      Tafsir klasifikasi bahasa yaitu tafsir yang mengkaji lafal-lafal yang murni bahasa arab dan yang tidak seperti kitab al-Muhadzzab fi Waqa’a fi al-Qur’an min al-Mu’arrab karya Jalaluddin al-Suyuthi.
2.       Peran, Pengaruh dan Contoh Tafsir Lughawi
Analisis Penafsiran dan pemikiran terhadap al-Qur’an tidak akan bisa dilakukan tanpa bahasa karena bahasalah yang mengantarkan dan menghubungkan antara kandungan makna lafal dengan lafal yang lain. Tanpa bahasa, analisis pemikiran tidak akan berarti apa-apa.[5] Oleh karena itu, peran dan pengaruh dari tafsr lughawi tentu akan mencakup sekian banyak aspek atau corak penafsiran. Di antaranya:
a.       Aspek hukum (fiqh) seperti ketika menafsirkan kalimat وأرجلكم dalam masalah wudhu’ surah al-Maidah ayat 6, jika dibaca manshub (harkat fathah) maka yang wajib dilakukan pada kaki ketika berwudhu’ adalah membasuh bukan mengusap[6], tetapi jika majrur (harkat kasrah) maka yang wajib hanya mengusap. Dan masih banyak contoh-contoh yang lain.
b.      Aspek theology seperti pada saat menafsirkan إياك نعبد وإياك نستعين dengan didahulukannya lafalإياك dari lafal نعبد, berarti dalam beribadah tidak boleh terjadi kesyirikan karena lafal tersebut bermakna hashar (terbatas, khusus).
c.       Aspek filsafat misalnya ketika menafsirkan lafal شياطين الجن dalam surah al-An’am ayat 112 dengan melakukan pendekatan makna akar kata dari kata شطن (jauh) dan جنن (yang tersembunyi) maka sekelompok filosof menafsirkan lafal tersebut dengan “Nafsu yang jauh berpisah lagi jelek yang berlindung dari panca indra”.
d.      Aspek sufistik semisal ketika Ibnu Araby mengatakan bahwa lafal عند ربه menjadi zharaf dari lafal ومن يعظم dalam surah al-Hajj ayat 30, sehingga maksud ayat ini bisa mengarah kepada ajaran tasawwuf yaitu “Barang siapa yang mengagungkan kemulyaan Allah di sisi Tuhannya pada suatu tempat, maka hendaklah dia cari pada tempat yang lain yang ada di sisi Tuhanmu.
e.       Aspek ilmy (saintifik) yaitu ketika menafsirkan lafal سلطان dalam surah al-Rahman ayat 33, sebagian pakar mengatakan bahwa seseorang mampu mencapai luar angkasa dengan سلطان. Begitu juga saat menafsirkan surah al-Furqan ayat 53 yang menunjukkan adanya pemisah antara air tawar dan asin melalui pendekatan bahasa. Dan aspek-aspek lain yang belum sempet penulis telaah lebih jauh.



BAB III
PENUTUP
Berdasarkan pemaparan-pemaparan yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan beberapa point penting tentang tafsir lughawi, antara lain sebagai berikut:
  1. Tafsir lughawi adalah tafsir yang menjelaskan al-Qur’an melalui interpretasi semiotik, semantik dan semua hal yang terkait dengan linguistik. Keberadaan tafsir lughawi sudah ada sejak masa Rasulullah, sahabat, khususnya Abdullah bin Abbas, tabi’in dan terus berlanjut dari generasi ke generasi hingga sekarang.
  2. Jenis-jenis tafsir lughawi antara lain tafsir nahwu atau i’rab al-Qur’an, sharaf atau morpologi, munasabah, al-amtsal (alegori), balaghah (ma’any, bayan dan badi’), qir’ah, klasifikasi bahasa, dll. Sedangkan metode yang digunakan dalam penyajiannya hanya terpokus pada dua metode yaitu tahlily dan maudhu’i. Untuk pembahasannya, tafsir lughawi menggunakan empat metodologi yaitu tahlily, ijmaly, muqaran dan maudhu’i.
  3. Peran dan pengaruh tafsir lughawi meliputi berbagai aspek, antara lain aspek hukum (fiqh), theology, filsafat, sufistik dan ilmy (saintifik). Disamping itu, tafsir lughawi memiliki beberapa keistimewaan di antaranya linguistik sebagai pengantar dalam memahami al-Qur’an, mengungkap berbagai konsep seperti etika, seni dan imajinasi al-Qur’an, dll. Akan tetapi tafsir lughawi juga tidak lepas dari limitasi antara lain terjebak dalam tafsir harfiyah yang bertele-tele, mengabaikan realitas sosial dan asbab al-nuzul serta nasikh-mansukh,dan lain-lain.









DAFTAR PUSTAKA
Syihab dkk, Quraisy, Sejarah dan Ulum Al Qur’an, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999)
al-Dzahabi, Muhammad Husein, Kitâb al-Tafsîr wa al-Mufassirûn, (Beirut: Dar al-Fikr, 1995)
Al-Farmawi, Abdul Hayy, Metode Tafsir Maudhu’i Dan Cara Perepannya, Penerjemah, Suryan A. Jamrah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994)
Mathr, Amirah Hilmy, al Falsafah al Yunaniyah; Tarikhuha wa Musykilatuha, Kairo: Daar Quba’, 1998
Abdullah, M. Amin, Antara al Ghazali dan Kant; Fisafat Etika Islam, terj. Hamzah, Bandung: Mizan, Cet. II, 2002
Nasution, Harun, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam, Jakarta : Bulan Bintang, Cet. II, 1978
Shihab, Quraish, Lihat, Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia dari Hermeneutika hingga Ideologi. (Jakarta Selatan: Teraju, Cet, I, 2003)
















Tafsir lughawi
Makalah ini Disusun Guna Memenuhi Tugas
 Mata metodologi pemahan tafsir
Dosen Pengampu: Dr. Aibdi Rahmat, M.Ag








Disusun Oleh:
Yusuf Al-Jannah
2113428004


PRODI ILMU QUR’AN DAN TADRIS
FAKULTAS USHULUDDIN,ADAB, DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI  BENGKULU
2014





[1]Abu al-Husain Ahmad bin Faris, Maqayis al-Lughah, (Bairut: Dar al-Fikr) Jilid 4 hal. 504
[2]Maqayis al-Lughah, Op.Cit. Jilid 5 hal. 255
[3] Semiotik adalah menganalisa hubungan antara kata, baik sebelum dan sesudahnya dalam satu kalimat seperti tafsir al-Qur’an al-Karim karya Quraish Shihab. Lihat, Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia dari Hermeneutika hingga Ideologi. (Jakarta Selatan: Teraju, Cet, I, 2003) hal 211
[4] Semantik ialah analisa bahasa yang terkait antar beberapa kosa kata yang sama artinya atau yang berlawanan, begitu juga isytiqaq (perubahannya)
[5] Abd Azhim bin Ibrahim al-Muth’iny, Khashaish al-Ta’bir al-Qur’any, (Kairo: Maktabah Wahbah, 1992) hal. 49
[6] Abu Abdillah al-Qurthubi, al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, (Bairut Lebanon: Dar al-Kutub al-Araby, Cet. V, 2003) Jilid. 6 hal. 90