BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Al-Qur’an
al-karim merupakan hidangan ilahi yang berfungsi sebagai hudan dalam
memperdalam pemahaman dan penghayatan tentang Islam dan merupakan pelita yang
dapat menerangi berbagai persoalan hidup. Bahasanya yang demikian mempesona,
redaksi dan mutiara pesan-pesannya yang demikian agung telah meluluhkan kalbu
masyarakat yang ditemuinya dan membuat mereka berdecak kagum. Namun dewasa ini,
penulis melihat masyarakat hanya berhenti dalam pesona bacaan seakan-akan kitab
suci diturunkan hanya untuk dibaca.
Sebagai
intelektual muslim, ulama berkewajiban memperkenalkan al-Qur’an dan menyuguhkan
pesan-pesan yang tersimpan di balik setiap untaian mutiara kata dan menjelaskan
nilai-nilai tersebut sejalan dengan perkembangan masyarakat sehingga al-Qur’an
dapat benar-benar berfungsi sebagaimana mestinya. Untuk menyampikan nilai-nilai
tersebut, ulama menempuh beberapa metode, baik metode penyajian maupun metode
pembahasan. Di samping itu, metode pendekatan juga diperlukan. Salah satu
metode pendekatan yang sangat signifikan dalam memahami al-Qur’an adalah
pendekatan linguistik atau yang lebih dikenal dengan istilah tafsir lughawi.
Tafsir lughawi
sangat diperlukan dalam memahami al-Qur’an di samping karena al-Qur’an
menggunakan bahasa arab yang penuh dengan sastra, balaghah, fashahah, bayan,
tamsil dan retorika, al-Qur’an juga diturunkan pada masa kejayaan syair dan
linguistik. Bahkan pada awal Islam, sebagian orang masuk Islam hanya
karena kekaguman linguistik dan kefasihan al-Qur’an.
Kandungan dan
cakupan bahasa arab yang amat luas tentu akan menimbulkan keragaman tafsir
lughawi, mulai dari metode penyajian, pembahasan hingga jenis-jenisnya.
Keragaman tersebut tidak bisa dilepaskan dari kecenderungan setiap mufassir
dalam mengkaji dan menyajikan al-Qur’an kepada audiensnya. Disamping itu,
kapasitas intelektual seorang mufassir juga sangat berperan dalam menafsirkan
al-Qur’an melalui pendekatan linguistik.
Namun sebagai
karya manusia, tafsir lughawi juga tidak akan jauh dari penilaian-penilaian
negatif, akan tetapi penilaian tersebut tidak serta merta membawa seseorang
untuk tidak mempelajari dan mengkajinya, karena dibalik setiap keterbatasan
akan muncul beberapa keistimewaan dan keunggulan yang terkadang tidak dimiliki
oleh yang lain.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
pemaparan-pemaparan yang telah diuraikan dalam latar belakang masalah, dapat
dibuat beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
- Apa pengertian tafsir lughawi ?
- bagaimana sejarah perkembangannya?
- Apa saja jenis-jenis tafsir lughawi dan metode apa saja yang
digunakan?
- Sejauh mana pengaruh tafsir lughawi ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN TAFSIR LUGHAWI
Tafsir lughawi terdiri dua kata yaitu tafsir dan lughawi. Tafsir yang akar
katanya berasal dariفسر bermakna
keterangan atau penjelasan.[1]
Kemudian lafal tersebut diikutkan wazan فعل yang
berarti menjelaskan atau menampakkan sesuatu. Dengan demikian, tafsir adalah
membuka dan menjelaskan pemahaman kata-kata dalam al-Qur’an. Sedangkan lughawi
berasal dari akar kata لغي yang berarti gemar
atau menetapi sesuatu.[2]
Manusia yang gemar dan menetapi atau menekuni kata-kata yang
digunakannya, maka kata-kata itu disebut lughah. Dengan demikian, yang
dimaksud dengan lughawi adalah kata-kata yang digunakan, baik secara lisan
maupun tulisan.
Dari penjelasan di atas, dapat ditarik sebuah pemahaman bahwa yang dimaksud
dengan tafsir lughawi adalah tafsir yang mencoba menjelaskan makna-makna
al-Qur’an dengan menggunakan kaidah-kaidah kebahasaan. atau lebih simpelnya
tafsir lughawi adalah menjelaskan al-Qur’an al-karim melalui interpretasi
semiotik dan semantik yang meliputi etimologis, morfologis, leksikal,
gramatikal dan retorikal.
Oleh karena itu, seseorang yang ingin menafsirkan al-Qur’an dengan
pendekatan bahasa harus mengetahui bahasa yang digunakan al-Qur’an yaitu bahasa
arab dengan segala seluk-beluknya, baik yang terkait dengan nahwu, balaghah dan
sastranya. Dengan mengetahui bahasa al-Qur’an, seorang mufassir akan mudah
untuk melacak dan mengetahui makna dan susunan kalimat-kalimat al-Qur’an
sehingga akan mampu mengungkap makna di balik kalimat tersebut. Bahkan Ahmad
Syurbasyi menempatkan ilmu bahasa dan yang terkait (nahwu, sharaf, etimologi,
balaghah dan qira’at) sebagai syarat utama bagi seorang mufassir. Di
sinilah, urgensi bahasa akan sangat tampak dalam penafsirkan al-Qur’an.
B.
Sejarah Perkembangan Tafsir Lughawi
Umat Islam sejak Rasulullah hingga sekarang, berusaha sekuat tenaga
mencurahkan kemampuannya untuk memahami dan menafsirkan al-Quran. Orang pertama
yang memahami dan menafsirkan al-Qur’an adalah Rasulullah. di samping
karena ada perintah Allah untuk menjelaskan wahyu tersebut, kapasitas
Rasulullah juga sebagai pembawa dan penyampai wahyu. Penafsiran Rasulullah
tentu tidak mencakup seluruh ayat-ayat al-Qur’an akan tetapi hanya berkisar
pada apa yang tidak dimengerti atau kurang jelas kepada para sahabatnya atau
ayat-ayat yang dipertanyakan oleh mereka atau dianggap penting untuk
dijelaskan. Dan salah satu cara Rasulullah menjelaskan dan menafsirkan
al-Qur’an adalah melalui pendekatan bahasa dengan mencarikan makna muradif
(sinonim) nya atau menjelaskan makna kosa kata dalam ayat-ayat al-Qur’an.
Setelah penafsiran Rasulullah, orang yang paling memperhatikan,
mempelajari, menghafal dan merealisasikan al-Qur’an adalah para sahabat. Akan
tetapi sebelum mengamalkan al-Qur’an, mereka mancari tahu tentang makna setiap
lafal atau kata yang tidak termasuk dalam bahasa mereka, atau kata yang jarang
digunakan atau kata yang tidak menggunakan makna aslinya. Dan hal itu marak
terjadi setelah Rasulullah telah tiada. Sahabat yang paling banyak ditanya
tentang makna dan sinonim kalimat al-Qur’an dan paling banyak menafsirkan
al-Qur’an melalui pendekatan bahasa atau syair-syair arab klasik adalah
Abdullah bin Abbas.
Penafsiran Abdullah bin Abbas yang cenderung menjadikan syair sebagai salah
satu sumber penafsirannya merupakan cikal bakal munculnya madrasah lughah. Hal
itu terjadi ketika menjadi pengajar dan pembimbing di madrasah tafsir di Makkah
yaitu pada abad pertama Hijriyah dan diteruskan oleh para murid-muridnya
seperti Said bin Jabir, Mujahid bin Jabar, Ikrimah, Thawus bin Kaisan dan Atha’
bin Abi Rabah hingga abad ke-2 Hijriyah.
Pada abad ke-3 Hijiriyah, muncullah tiga madrasa yaitu Madrasah al-Lughah
yang diprakarsai oleh Abu Zakariya al-Farra’ (w. 207 H) yang menafsirkan
al-Qur’an melalui pendekatan bahasa dengan kitabnya “Ma’an al-Qur’an”,
Abu Ubaidah (lahir 110 H) dengan tafsrinya “Majaz al-Qur’an” dan Abu
Ishaq al-Zajjaj (w. 311 H) dengan kitabnya “Ma’an al-Qur’an”, kemudian Madrasah
al-‘Aqliyah yang dipelopori Imam al-jahizh dan Madrasah al-Tafsir
bi al-Ma’tsur oleh Ibn Jarir al-Thabary (w. 224 – 310 H). Tafsir al-Thabari
juga dikenal sebagai tafsir yang mencoba memadukan elemen riwayat dan bahasa.
Sejak itulah, penafsiran melalui pendekatan bahasa berkembang dan senantiasa
digunakan dan dibutuhkan hingga dewasa ini.
C.
Jenis-Jenis Tafsir Lughawi Dan Metode Yang Digunakan
Sebelum menjelaskan jenis-jenis dan metode tafsir lughawi, perlu diketahui
bahwa tafsir lughawi dengan berbagai macam penyajian dan pembahasannya tidak
akan keluar dari dua kelompok besar yaitu:
·
Tafsir lughawi yang
murni atau lebih banyak membahas hal-hal yang terkait dengan aspek bahasa saja,
seperti tafsir Ma’an al-Qur’an karya al-Farra’, Tafsir al-Jalalain karya
al-Suyuthi dan al-Mahally. Dll.
·
Tafsir lughawi yang
pembahasannya campur-baur dengan pembahasan lain seperti hukum, theology dan
sejenisnya, seperti Tafsir al-Thabary li Ibn Jarir al-Thabary, Mafatih
al-Ghaib li al-Fakhruddin al-Razy, dan sebagian besar tafsir dari awal
hingga sekarang, termasuk Tafsir al-Mishbah yang disusun oleh Quraish
Shihab.
1.
Jenis-jenis Tafsir Lughawi
Tafsir lughawi dalam perkembangannya, juga memiliki beberapa macam bentuk
dan jenis. Ada yang khusus membahas aspek nahwu, munasabah dan balaghah saja
dan ada pula yang membahas linguistik dengan mengkalaborasikan bersama
corak-corak yang lain.
Untuk lebih jelasnya tentang jenis dan macam-macam tafsir lughawi, akan
dijelaskan sebagai berikut:
a. Tafsir nahwu atau i’rab al-Qur’an yaitu tafsir yang hanya pokus
membahas i’rab (kedudukan) setiap lafal al-Qur’an, seperti kitab al-Tibyan
fi I’rab al-Qur’an karya Abdullah bin Husain al-‘Akbary (w. 616 H)
b. Tafsir Sharaf atau morpologi (semiotik,[3] dan semantik[4]) yaitu tafsir lughawi yang pokus membahas aspek makna kata, isytiqaq dan
korelasi antarkata seperti Tafsir al-Qur’an Karim karya Quraish Shihab, Konsep
Kufr dalam al-Qur’an karya Harifuddin Cawidu.
c. Tafsir Munasabah yaitu tafsir lughawi yang lebih menekankan pada aspek
korelasi antarayat atau surah, seperti Nazhm al-Durar fi Tanasub al-Ayat wa
al-Suwar karya Burhanuddin al-Buqa’y (w. 885), Mafatih al-Ghaib karya
Fakhruddin al-Razy (w. 606), Tafsir al-Mishbah karya Quraish Shihab,
dll.
d. Tafsir al-amtsal (alegori) yaitu tafsir yang cenderung mengekspos
perumpamaan-perumpamaan dan majaz dalam al-Qur’an seperti kitab al-Amtsal
min al-Kitab wa al-Sunnah karya Abdullah Muhammad bin Ali al-Hakim
al-Turmudzi (w. 585 H), Amtsal al-Qur’an karya al-Mawardi (w. 450 H), Majaz
al-Qur’an karya Izzuddin Abd Salam (w. 660 H)
e. Tafsir Balaghah yang meliputi tiga aspek yaitu:
1) Tafsir Ma’an al-Qur’an yaitu tafsir yang khusus mengkaji makna-makna
kosa kata al-Qur’an atau terkdang disebut ensiklopedi praktis seperti kitab Ma’an
al-Qur’an karya Abd Rahim Fu’dah.
2) Tafsir Bayan al-Qur’an yaitu tafsir yang mengedapankan penjelasan
lafal dari akar kata kemudian dikaitkan antara satu makna dengan makna yang
lain seperti kitab Tafsir al-Bayani al-Qur’an karya Aisyah Abd Rahman bint
al-Syathi’.
3) Tafsir badi’ al-Qur’an yaitu tafsir yang cenderung mengkaji
al-Qur’an dari aspek keindahan susunan dan gaya bahasanya, seperti Badi’
al-Qur’an karya Ibn Abi al-Ishba’ al-Mishry (w. 654 H)
f. Tafsir qir’ah yaitu tafsir yang membahas macam-macam qira’ah seperti kitab Tahbir
al-Taisir fi Qir’aat al-Aimmah al-‘Asyrah karya Muhammad bin Muhammad
al-Jazry (w. 843 H).
g. Tafsir klasifikasi bahasa yaitu tafsir yang mengkaji lafal-lafal yang murni
bahasa arab dan yang tidak seperti kitab al-Muhadzzab fi Waqa’a fi al-Qur’an
min al-Mu’arrab karya Jalaluddin al-Suyuthi.
2.
Peran, Pengaruh dan
Contoh Tafsir Lughawi
Analisis Penafsiran dan pemikiran terhadap al-Qur’an tidak akan bisa
dilakukan tanpa bahasa karena bahasalah yang mengantarkan dan menghubungkan
antara kandungan makna lafal dengan lafal yang lain. Tanpa bahasa, analisis
pemikiran tidak akan berarti apa-apa.[5]
Oleh karena itu, peran dan pengaruh dari tafsr lughawi tentu akan
mencakup sekian banyak aspek atau corak penafsiran. Di antaranya:
a.
Aspek hukum (fiqh)
seperti ketika menafsirkan kalimat وأرجلكم dalam masalah wudhu’ surah al-Maidah ayat 6, jika
dibaca manshub (harkat fathah) maka yang wajib dilakukan pada kaki ketika
berwudhu’ adalah membasuh bukan mengusap[6],
tetapi jika majrur (harkat kasrah) maka yang wajib hanya mengusap. Dan masih
banyak contoh-contoh yang lain.
b.
Aspek theology seperti
pada saat menafsirkan إياك نعبد وإياك نستعين dengan didahulukannya lafalإياك dari lafal نعبد,
berarti dalam beribadah tidak boleh terjadi kesyirikan karena lafal tersebut
bermakna hashar (terbatas, khusus).
c.
Aspek filsafat misalnya
ketika menafsirkan lafal شياطين الجن dalam surah al-An’am ayat 112 dengan melakukan
pendekatan makna akar kata dari kata شطن (jauh) dan
جنن (yang tersembunyi) maka sekelompok filosof
menafsirkan lafal tersebut dengan “Nafsu yang jauh berpisah lagi jelek yang
berlindung dari panca indra”.
d.
Aspek sufistik semisal
ketika Ibnu Araby mengatakan bahwa lafal عند ربه menjadi zharaf dari lafal ومن يعظم dalam surah al-Hajj
ayat 30, sehingga maksud ayat ini bisa mengarah kepada ajaran tasawwuf yaitu
“Barang siapa yang mengagungkan kemulyaan Allah di sisi Tuhannya pada suatu
tempat, maka hendaklah dia cari pada tempat yang lain yang ada di sisi Tuhanmu.
e.
Aspek ilmy (saintifik)
yaitu ketika menafsirkan lafal سلطان dalam surah al-Rahman ayat 33, sebagian pakar
mengatakan bahwa seseorang mampu mencapai luar angkasa dengan سلطان.
Begitu juga saat menafsirkan surah al-Furqan ayat 53 yang menunjukkan adanya
pemisah antara air tawar dan asin melalui pendekatan bahasa. Dan aspek-aspek
lain yang belum sempet penulis telaah lebih jauh.
BAB III
PENUTUP
Berdasarkan pemaparan-pemaparan yang telah
diuraikan di atas, dapat disimpulkan beberapa point penting tentang tafsir
lughawi, antara lain sebagai berikut:
- Tafsir lughawi adalah tafsir yang menjelaskan al-Qur’an
melalui interpretasi semiotik, semantik dan semua hal yang terkait dengan
linguistik. Keberadaan tafsir lughawi sudah ada sejak masa Rasulullah,
sahabat, khususnya Abdullah bin Abbas, tabi’in dan terus berlanjut dari
generasi ke generasi hingga sekarang.
- Jenis-jenis tafsir lughawi antara lain tafsir nahwu atau i’rab
al-Qur’an, sharaf atau morpologi, munasabah, al-amtsal
(alegori), balaghah (ma’any, bayan dan badi’), qir’ah,
klasifikasi bahasa, dll. Sedangkan metode yang digunakan dalam
penyajiannya hanya terpokus pada dua metode yaitu tahlily dan maudhu’i.
Untuk pembahasannya, tafsir lughawi menggunakan empat metodologi yaitu
tahlily, ijmaly, muqaran dan maudhu’i.
- Peran dan pengaruh tafsir lughawi meliputi berbagai aspek,
antara lain aspek hukum (fiqh), theology, filsafat, sufistik dan ilmy
(saintifik). Disamping itu, tafsir lughawi memiliki beberapa keistimewaan
di antaranya linguistik sebagai pengantar dalam memahami al-Qur’an,
mengungkap berbagai konsep seperti etika, seni dan imajinasi al-Qur’an,
dll. Akan tetapi tafsir lughawi juga tidak lepas dari limitasi antara lain
terjebak dalam tafsir harfiyah yang bertele-tele, mengabaikan realitas
sosial dan asbab al-nuzul serta nasikh-mansukh,dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Syihab dkk, Quraisy, Sejarah dan Ulum Al
Qur’an, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999)
al-Dzahabi, Muhammad Husein, Kitâb al-Tafsîr
wa al-Mufassirûn, (Beirut: Dar al-Fikr, 1995)
Al-Farmawi, Abdul Hayy, Metode
Tafsir Maudhu’i Dan Cara Perepannya, Penerjemah, Suryan A. Jamrah,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994)
Mathr, Amirah Hilmy, al Falsafah al
Yunaniyah; Tarikhuha wa Musykilatuha, Kairo: Daar Quba’, 1998
Abdullah, M. Amin, Antara al Ghazali dan
Kant; Fisafat Etika Islam, terj. Hamzah, Bandung: Mizan, Cet. II, 2002
Nasution, Harun, Filsafat dan Mistisisme
dalam Islam, Jakarta : Bulan Bintang, Cet. II, 1978
Shihab, Quraish, Lihat,
Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia dari Hermeneutika hingga Ideologi. (Jakarta
Selatan: Teraju, Cet, I, 2003)
Tafsir
lughawi
Makalah ini Disusun
Guna Memenuhi Tugas
Mata metodologi pemahan tafsir
Dosen Pengampu: Dr.
Aibdi Rahmat, M.Ag
Disusun Oleh:
Yusuf Al-Jannah
2113428004
PRODI ILMU QUR’AN DAN TADRIS
FAKULTAS USHULUDDIN,ADAB, DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BENGKULU
2014
[3] Semiotik adalah menganalisa hubungan antara kata, baik
sebelum dan sesudahnya dalam satu kalimat seperti tafsir al-Qur’an al-Karim
karya Quraish Shihab. Lihat, Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia dari
Hermeneutika hingga Ideologi. (Jakarta Selatan: Teraju, Cet, I, 2003) hal
211
[4] Semantik ialah analisa
bahasa yang terkait antar beberapa kosa kata yang sama artinya atau yang
berlawanan, begitu juga isytiqaq (perubahannya)
[5] Abd Azhim bin Ibrahim al-Muth’iny, Khashaish
al-Ta’bir al-Qur’any, (Kairo: Maktabah Wahbah, 1992) hal. 49
[6] Abu Abdillah al-Qurthubi, al-Jami’
li Ahkam al-Qur’an, (Bairut Lebanon: Dar al-Kutub al-Araby, Cet. V,
2003) Jilid. 6 hal. 90